INTERPRETER GADUNGAN – Tekanan yang berlebihan di tempat kerja membuat orang Jepang merasa lelah dan terkadang sakit. Akibatnya, terlalu banyak pekerjaan tampaknya menghalangi mereka untuk menikmati kesenangan hidup secara normal.
Tokyo, kota ramai dunia
Baca Juga: Surat perjanjian kerja karyawan permanen offering letter
Diketahui, sejak Mei hingga Juli 2005, korban bekerja selama 82 hari berturut-turut tanpa hari libur.
Pada tahun 2015, tercatat seorang wanita muda berusia 24 tahun memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat dari asrama kantornya. Dia bekerja untuk perusahaan periklanan terbesar di Jepang. Dalam sehari, ia sering bekerja selama 20 jam sehingga ia merasa tidak tahu lagi apa tujuan hidupnya.
Oleh karena itu istilah Karoshi diartikan sebagai orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja. Pada awalnya, karoshi hanya menyerang pria, tetapi beberapa wanita juga.
Baca Juga: Berapa Gaji Interpreter Bahasa Jepang?
Melihat kondisi tersebut, pemerintah Jepang pun berupaya mengatasinya dengan meluncurkan kampanye “Jumat Premium”. Antara lain dengan mengajak karyawan pulang lebih awal setiap hari Jumat terakhir setiap bulannya dan dengan membatasi jam kerja, yaitu maksimal 30 jam per bulan.
Namun, hingga saat ini masih ada karyawan di Jepang yang mengeluh dan khawatir dengan suasana di tempat kerja. Masih ada karyawan yang enggan pulang lebih awal hanya karena bos masih di kantor.
Selama pandemi Covid-19, seperti dilansir CNN, seluruh aspek kehidupan mengalami tantangan perubahan dan perubahan, termasuk dunia kerja. Bagi Jepang, berganti pekerjaan dan bekerja dari rumah bisa menjadi peluang sekaligus tantangan.
Baca Juga: Berapa Gaji Kerja di Jepang?
Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat Jepang untuk benar-benar melakukan kampanye pemerintah tentang “work-life balance” yang telah digalakkan oleh pemerintah Jepang.