Suka Duka Interpreter

Suka Duka Interpreter Bahasa Jepang

BAB 6 KIRA KIRA BAB 7 KIRA KIRA BAB 11 KIRA KIRA

INTERPRETER GADUNGAN – Pengalamanku menjadi seorang Interpreter bahasa Jepang tidaklah banyak, apalagi jam terbang yang tinggi. Masih cetek. Makanya aku cuma akan share beberapa suka duka selama menjadi Interpreter Bahasa Jepang di perusahaan Jepang ataupun menjadi penerjemah gadungan beberapa teman ketika kita jalan jalan di Jepang.

Pixabay

Interpreter adalah pekerjaan yang nggak kebayang untuk dilakoni sebelumnya. Cita citaku dari kecil adalah guru dan Jurnalis, tapi entah kenapa mendarat menjadi Intepreter. Meskipun begitu, bukan berarti aku mengecilkan pekerjaan ini, lho. Aku seneng sekali malahan ketika menjadi Interpreter, karena begitu banyak pengalaman berharga yang bisa aku dapatkan. Makanya suka dan duka dari pekerjaan ini campur aduk, nikmat.

Apa saja suka duka interpreter yang aku temui selama ini?

1. Free Time

Awalnya aku merasa kerjaannya nggak sibuk, soalnya hanya menunggu ketika rapat atau ketika Japanese memerlukan sesuatu. Lalu dia akan memberitahu aku untuk disampaikan ke beberapa departemen. Enak banget lho, tapi diawal doang. Setelah kenal, hampir kerjaan apapun dan yang sepele dikerjakan, ibaratnya bersihin bok*ngnya orang Jepang juga dilakukan. Hahahah segitunya? Pernah kamu dimarahi hanya gara gara nggak ada tisu toilet? Yang salah siapa, dimarahi siapa. #tepokjidat.

2. Sibuk Banget

Ini kebalikan dari data diatas. Meskipun diawal artikel kerjaanya sedikit, tapi ketika kita dikenal oleh orang Jepangnya, semua hal bakal dilibatkan. Kita itu udah semacam sekretaris dan versi lokal dari orang Jepangnya.

Aku pernah kerja untuk penerjemah hampir setiap hari dan setiap malam. Baru selesai kerja aja pukul 20:30. Itu belum jam pulangnya. Jika pulang ke kostan, sekitar jam 10 an baru tiba. Dan, itu bukan sekali dua kali, hampir setiap hari. Puncaknya aku pernah pulang sampai jam 01:30 pagi. Nggak bohong saudara saudara. Di gaji? Ya iyalah digaji. Cuma, nggak ada lembur!

3. Tempat keluh kesah

Jika menjadi tempat curhat colongan bos sih udah sering. Urusan kerjaan dan pribadi beberapa kali diceritain ke aku. Jawaban yang diberikan ya sebutuhnya saja, soalnya jika dijawab dengan jawaban aku, kayaknya nggak nyambung. Perbedaan gaya hidupku dan dirinya tak bisa disamakan. Hahaha. Serunya jadi tahu bahwa ketika dia marah, kita tahu dia sedang mengalami masalah juga, jadi efeknya kayak bola salju, menggelinding kebawah. Tapi jangan dimarahi jamaah juga ya.

4. Tempat kemarahan

Jika ada kejadian atau kerjaan yang salah, maka aku yang dimarahi duluan. Kenapa? Karena aku yang mengerti bahasa mereka. Kadang baper juga. Orang Jepangnya sih marahin orang lain, tapi dia marahnya ke aku dulu. Aku pernah curcol ke bosnya, dia bilang, “Ya maaf soalnya hanya kamu sendiri yang tahu artinya.” Huks.

5. Jadi teman dipercaya

Karena aku bisa bahasa Jepang, kita sering ngobrol, makanya sering dipercaya oleh bos atau orang Jepang ini. Kerjaan ataupun obrolan bersifat pribadi kadang sering dibuka. Cuma aku mungkin masih kaku jika terkait masalah “hiburan”. Haha. Meskipun tahu ada daerah yang sering digunakan oleh beberapa orang Jepang untuk hiburan, aku terkadang bilang nggak tahu. Takut dosa! Jika menunjukan tempatnya, malah nambah dosa punya aku. Hihihi.

6. Hadiah

Jika ada hadiah, biasanya interpreter dapat duluan. Misal orang Jepangnya selesai liburan atau dapat bonus, Interpreter kecipratan duluan. Hahah tapi nggak selalu sih. Aku aja jarang dikasih hadiah. Aku awalnya berharap karena kata temen, mereka dapat banyak hadiah dari orang Jepang ketika pulang dari liburan. Cuma, berharap menyakitkan ya. Makanya aku nggak pernah berharap. Mungkin kamu nggak dekat kali? Dekat…. kan aku bilang masalah toilet driver, dll diurusin! Liburan kemana dibookingin, di cek bla bla. Cuma mungkin bukan rejekinya. Malah, ketika nggak berharap, eh Japanese nya ngasih hadiah. Meskipun gantungan kunci dan pulpen sih. Hehehe

7. Menikmati Fasilitas Kelas 1

Kok bisa? Iya, misalnya jika aku akan ke kantor apa atau diminta sesuatu, aku akan mendapat fasilitas nomor satu. Misalnya disiapkan mobil khusus untuk mengantar aku, atau naik mobil mewah Aphard, dll yang sebelumnya aja nggak pernah aku bayangkan untuk bisa dinaiki.

Baca Juga:

Apalagi? Minum dan makan makanan kantor yang khusus disiapkan untuk tamu. Kalo nggak jadi interpreter, mungkin aku cuma nelan ludah aja menikmati makanan enak dan mewah mereka.

8. Relasi Banyak

Karena sering dimintai oleh orang Jepang mengerjakan kerjaan Interpreter, aku tanpa sengaja kenal orang orang. Dari hotel yang murah sampai yang mahal. Terus kadang aku juga sok banget ketika nelpon. “Mbak, nanti ruangannya hotel harus ada tempat berendam karena orang Jepang kurang suka yang shower; temboknya terlalu tipis, tolong diganti ke ruang lain yang lebih enak; Pak, tolong datang tepat waktu, jangan sampai telat sedikitpun”. Sebenarnya sih hanya untuk tindakan pencegahan, tapi kayaknya aku juga jadi sedikit bossi pada beberapa relasi. Tapi tetap sopan diutamakan.

9. Jika bawahanmu salah, kamu lebih salah

Ini yang sebenarnya aku kurang suka. Ketika ada masalah dilapangan (tanpa ada ikut campur dari Interpreter) kita juga disalahkan oleh orang Jepang. Aku pernah megalaminya. Orang Jepangnya pada marahin aku hanya gara gara orang lain yang salah. Dan ketika aku mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi, menjelaskan, bukan membela, malah dia bilang aku pro pada bawahannya. Please, aku pro pada yang benar. Aku berusaha menjelaskan karena biar tahu infonya secara berimbang.

10. Jika kamu salah, Mati riwayatmu

Jika kamu salah, maka kamu akan selalu dikenang dan diungkit. Sama kayak aku. Sedih. Yang salah siapa, eh jadinya aku yang sering disalahin. Tapi karena mereka juga teman teman aku, nngak enak kalo menyalahkan mereka. Aku cuma butuh orang Jepang yang bisa saling mendengarkan. Nggak egois.

Berapa Gaji Kerja di Jepang? 30 Juta?
Pixabay

11. Gaji Gede

Gaji gede sebenarnya relatif, tapi dari beberapa kali menjadi interpreter, gajinya lumayan sih. Memang benar pas diawal bulan sangat kecil, tapi setelahnya cukup gede kok.

Aku pernah jadi interpreter dan sehari dibayar sekitar 600.000. Tapi saat itu kerjaanya nggak banyak. Cuma menerjemahkan orang Jepang yang memberikan pesan kesan dan motivasi pada anak sekolah.

12. Me Time kurang

Beberapa kali jadi interpreter, waktu me time serasa hilang. Sabtu minggu pun selalu dihubungi untuk menanyakan kerjaan atau persiapan untuk senin nanti. Jika ada telpon berdering, aku pasti langsung nggak tenang, merasa bahwa ada yang nggak beres. Soalnya jika nelpon, pasti menawarkan masalah, bukan uang. Hahaha

13. Deadline kerjaan

Karena aku interpreter kantoran, maka kerjaan juga di kantor atau perusahaan. Ada beberapa deadline yang harus aku kerjakan, sedangkan aku baru pulang aja jam 8 malam. Kapan mengerjakannya?

14. Jalur karir terbatas

Jika kamu jadi interpreter perusahaan, maka karirmu nggak akan bisa tinggi. Usahakan kamu juga memegang pekerjaan lain yang bisa mendukung karirmu agar semakin besar. Misalnya kamu marketing yang bisa bahasa Jepang. Pasti jenjang karir akan terbuka lebar

15. Bisa bahasa asing lain

Karena aku sering mengunakan bahasa Jepang, pastinya aku bisa bahasa asing dengan lebih bagus. Kenapa? Kan latihan setiap hari. Kalo hebat banget sih nggak, tapi setidaknya lebih baik. Bahkan, jika aku nggak bisa bahasa Jepang, maka akan aku ganti dengan bahasa lain. Hal ini membuat kesempatan aku belajar bahasa lain lebih besar. Bahasa yang aku maksud adalah bahasa Inggris.

16. Jadi Orang Penting

Beberapa orang mengira aku tahu banyak hal terkait perusahaan, makanya banyak yang korek informasi dari aku. Maaf, meskipun tahu, ada beberapa hal yang nggak bisa diinfokan.

Begitulah suka duka sebagai seorang interpreter yang pernah aku alami. Semoga menjadi pengalaman yang memperkaya kita ya.